Minggu, 13 Juli 2014

MAKALAH KELANGKAAN AIR BERSIH DI INDONESIA



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
            Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang tidak ternilai harganya. Sholawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Atas izinNya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : KELANGKAAN AIR BERSIH DI INDONESIA.
            Penelitian bertujuan untuk mengetahui penyebab-penyebab apa sebenarrnya yang terjadi hingga terjadi kelangkaan air bersih di Indonesia dan langkah-langkah mengatasinya.
            Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak melibatkan pihak yang telah rela meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, saran, bimbingan serta informasi-informasi yang diperlukan. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih.
Dengan menyadari terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, tiada gading yang tak retak, maka kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya dan senantiasa mendapat ridho Allah SWT. Amin……


Wassalamu’alaikum Wr.Wb



Kediri, 20 April 2013

                                                                        Penulis



          DAFTAR ISI

       Halaman
HALAMAN SAMPUL .........................................................................................    i
KATA PENGANTAR…………………………………........................................   ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….... iii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………….......  1
A.                LATAR BELAKANG MASALAH……………………………....   1
B.                 PERUMUSAN MASALAH……………………………………....   2
C.                 TUJUAN PENULISAN………………………………………......   3  
D.                TELAAH PUSTAKA.......... ……………………………………...   3
E.                 SISTEMATIKA PENULISAN…………………………………....  3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………...……………………………………....   4
A.     PENGERTIAN AIR DAN SYARAT-SYARAT AIR BERSIH ……..   4
B.      POTENSI AIR DI DUNIA…………………………………………....  5
C.      POTENSI AIR DI INDONESIA……………………………………...  5
D.      KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT SUMBER DAYA                 AIR…………………………………………......................................   6

BAB III. PEMBAHASAN..............……………………………………………....  7

A.     GAMBARAN UMUM KELANGKAAN AIR BERSIH ………........  7
B.      PENYEBAB KELANGKAAN AIR BERSIH............................   9
C.      DAMPAK KELANGKAAN AIR BERSIH……................................  13
D.     PROGRAM PEMERINTAH………………………………………....  15
KESIMPULAN......................................................................................................  16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................  17




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
      Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Begitu peliknya masalah ini sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi “pertarungan” untuk memperbuatkan air bersih ini. Sama halnya dengan pertarungan untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.
      Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih. Abrasi pantai menyebabkan rembesan air laut ke daratan, yang pada akhirnya akan mengontaminasi sumber air bersih yang ada di bawah permukaan tanah. Pembuangan sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air sungai menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60 persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare. Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2002 terjadi 5.789 kasus diare yang menyebabkan 94 orang meninggal. Pembabatan hutan dan penebangan pohon yang mengurangi daya resap tanah terhadap air turut serta pula dalam menambah berkurangnya asupan air bersih ini. Selain itu pendistribusian air yang tidak merata juga ikut andil dalam permasalahan ini. Berkaitan dengan krisis air ini, diramalkan 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air. Ramalan itu dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Lembaga itu menegaskan bahwa krisis air didunia akan memberi dampak yang mengenaskan. Tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.
B.  Perumusan Masalah
      Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Meskipun begitu, Indonesia masih saja mengalami kelangkaan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Adapun yang memiliki akses, sebagian besar mendapatkan air bersih dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam. Kondisi ini ironis mengingat Indonesia termasuk kedalam 10 negara kaya sumber air tawar. Menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.750 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2000, dan akan terus menurun hingga 1.200 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal, standar kecukupan minimal 2.000 meter kubik per kapita per tahun. Penyediaan air bersih bagi masyarakat erat kaitannya dengan keluaran-keluaran kualitas pembangunan manusia, dan hubungannya dengan tingkat kesehatan masyarakat, serta secara tidak langsung dampaknya dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang menjadi kendala sekarang adalah pengelolaan sumber daya air yang buruk yang mengakibatkan tidak meratanya penyebaran air. Hal ini tentu saja berdampak pada kemampuan masyarakat miskin untuk menikmati pelayanan air bersih. Pada kenyataannya sekarang masyarakat miskin tidak mempunyai akses terhadap air bersih. Bahkan, masyarakat miskin harus membayar jauh lebih mahal guna mendapatkan air bersih tersebut sehingga banyak dari mereka yang tidak sanggup membayar, harus menggunakan air yang tidak bersih. Berbagai masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya air yang buruk ini antara lain yang menempatkan Indonesia pada peringkat terendah dalam Millennium Development Goals (MDGs). Laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) tentang MDGs Asia Pasifik tahun 2006 menyebutkan, Indonesia berada dalam peringkat terbawah bersama Banglades, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Niugini, dan Filipina. Karena itu, mengingat pentingnya masalah krisis air bersih ini maka harus segera dicari pemecahannya.
C.  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
Ø  Mengetahui dan memahami potensi ketersediaan air di Indonesia.
Ø  Mengetahui gambaran kelangkaan air di Indonesia.
Ø  Mengetahui sebab-sebab terjadinya krisis air di Indonesia.
Ø  Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari krisis air di Indonesia.
Ø  Mengetahui program yang dilaksanakan pemerintah untuk mengatasi krisis air bersih.
D. Telaah Pustaka
      Pada makalah ini, metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan atau disebut juga telaah pustaka. Telaah pustaka ini yaitu melakukan pengumpulan data dari beberapa referensi yang berkaitan dengan krisis air yang terjadi di Indonesia yang dilakukan dengan cara penelusuran teori-teori melalui buku, jurnal, artikel internet dan literatur lainnya.
E. Sistematika Penulisan
    Untuk memudahkan pembaca agar lebih mengerti penulisan makalah ini, maka makalah ini dibagi ke dalam empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan yang dilakukan, dan sistematika penulisan. Kemudian bab kedua yang merupakan tinjuauan pustaka yang berisikan pengertian air, syarat-syarat air bersih,potensi air di dunia, potensi air di Indonesia serta kebijakan pemerintah terkait sumber daya air. Selanjutnya bab ketiga yang merupakan pembahasan dan berisikan studi kasus, penyebab dan dampak krisis air bersih, kualitas air bersih saat ini, realitas kebijakan pemerintah. Bab empat yang berisikan kesimpulan dan saran dari kelompok.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Pengertian Air dan Syarat-syarat Air Bersih
Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002, disebutkan beberapa pengertian terkait dengan air, yaitu sebagai berikut :
Sumber daya air adalah air, dan daya air yang terkandung didalamnya.
Air adalah semua air yang terdapat pada diatas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan.
Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hariyang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak
Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah.
Dalam referensi lain disebutkan bahwa air adalah adalah zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di Indonesia masih memprihatinkan. Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh pada kualitas air. Pemerintah telah mengeluarkan Kepmenkes No 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Syarat air minum sesuai Permenkes yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Dengan kata lain kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah berbahaya dan lain sebagainya. Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan total koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium, kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jumlah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Untuk parameter kimiawi berupa aluminium, besi, khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga,
Siklus Air
Air merupakan zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus hidrologi yang abadi. Siklus tersebut adalah pertama, penguapan dari laut ke udara sebanyak 502.800 km3 dan penguapan dari daratan sebanyak 74.200 km3 per tahun. Kemudian kedua, curah hujan (yang berasal dari penguapan air dari laut dan darat , yang jatuh ke laut sebanyak 458.000 km3 dan ke daratan 119.000 km3 per tahun. Ketiga, air daratan berjumlah 44.800 km3 terbagi menjadi 42.700 km3 mengalir di permukaan tanah dan 2,100 km3 mengalir di dalam tanah selanjutnya semua berkumpul di laut.
Gambar Siklus Air
B.  Potensi Air Di Dunia
Bumi sebenarnya masih mempunyai banyak persediaan air tetapi hanya sedikit sekali air yang layak dikonsumsi. Berdasarkan laporan World Commission On Water, dalam 20 tahun ini, air yang dibutuhkan untuk konsumsi dunia, baik air minum maupun air untuk mengairi tanaman, sudah tak cukup lagi. Hanya 2,5 persen saja air di dunia ini yang tidak mengandung garam. Dan dua pertiga dari jumlah itu terkubur dalam gunung es dan glasier. (
http://www.sinarharapan.co.id/index.html)
Di dunia secara garis besara total volume air yang ada, air asin dan air tawar adalah 1.385.984.610 km3, terdiri atas (UNESCO, 1978 dalam Chow dkk, 1988 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005):
Air laut : 1.338.000.000 km3 atau 96,54%
Lainnya (air tawar + asin) : 47.984.610 km3 atau 3.46%
Air asin di luar air laut : 12.995.400 km3 atau 0.93%
Air tawar : 35.029.210 km3 atau 2.53%
C.  Potensi Air di Indonesia
Menurut Ditjen Pengairan PU (1994), potensi air permukaan Indonesia lebih kurang 1.789 milyar m3/tahun, dengan sebaran: Irian Jaya 1.401 milyar m3/tahun, Kalimantan 557 milyar m3/tahun dan Jawa 118 m3/tahun. Potensi total air tanahnya 4,7 milyar m3/tahun, tersebar di 224 cekungan air. Sebarannya: 1,172 milyar m3/tahun di Jawa-Madura (60 cekungan), 1milyar m3/tahun di Sumatera (53 cekungan), 358 juta m3/tahun di Sulawesi (38 cekungan), Irian Jaya 217 juta m3/tahun (17 cekungan), Kalimantan 830 juta m3/tahun (14 cekungan) dan sisanya 1,123 juta m3/tahun tersebar di beberapa pulau (Link, 2000).
Keseimbangan air (potensi dan kebutuhan) di Indonesia
.
Dari bagan diatas, dapat dilihat bahwa volume air di udara yang jatuh sebagai hujan cukup berlimpah. Namun ketika hujan mencapai bumi yang menjadi aliran mantap hanya 25% hampir tiga perempat terbuang percuma ke laut. Ini menunjukkan bahwa sumber daya air perlu dikelola dengan cara-cara yang benar. (Koedatie dan Sjarief, 2005)
D.  Kebijakan Pemerintah Terkait Sumber Daya Air
    Sumber daya air merupakan kebutuhan mutlak setiap individu yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidupnya. Apabila terjadi pengurangan kuantitas maupun kualitas sumber daya air maka akan mempengaruhi kehidupan manusia secara bermakna. Untuk menjamin ketersediaan dan pengelolaan sumber daya air ini, maka pemerintah sebagai pemangku tanggung jawab kesejahteraan warga negaranya, berkewajiban menetapkan suatu kebijakan atau Undang-Undang untuk mengatur sumber daya air. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 merupakan salah satu Undang-Undang yang dibuat untuk mengaturnya. Secara umum Undang-Undang tersebut terdiri atas delapan belas bab, yang sebagian besar membahas tentang Ketentuan Umum, Wewenang dan Tanggung Jawab, Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan


BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kelangkaan Air Bersih di Indonesia
      Berdasarkan data WHO (2000), diperkirakan terdapat lebih 2 milyar manusia per hari terkena dampak kekurangan air di lebih dari 40 negara didunia. 1,1 milyar tidak mendapatkan air yang memadai dan 2,4 milyar tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Sedangkan pada tahun 2050 diprediksikan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih (Gardner-Outlaw and Engelman, 1997 dalam UN, 2003).
Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran.
Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara Pembaruan – 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Untuk persentase akses daerah pedesaan terhadap sumber air di Indonesia lebih rendah daripada beberapa negara tetangga seperti Malaysia. Di Malaysia, tingkat akses sumber air di pedesaan mencapai 94 persen. Di negara Indonesia yang kaya sumber daya air ini, angka akses pedesaan terhadap air bersih hanya menyentuh level 69 persen, lebih rendah dari Vietnam yang telah mencapai 72 persen.
Pada akhir PJP II (2019) diperkirakan jumlah penduduk perkotaan mencapai 150,2 juta jiwa dengan konsumsi per kapita sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai 18,775 miliar liter per hari. Menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700% pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan untuk produksi pangan naik 100%.
Pada tahun 2000, untuk berbagai keperluan di Pulau Jawa diperlukan setidaknya 83,378 miliar meter kubik air bersih. Sedangkan potensi ketersediaan air, baik air tanah maupun air permukaan hanya 30,569 miliar meter kubik. Ia mengingatkan, pada tahun 2015 krisis air di Pulau Jawa akan jauh lebih parah karena diperkirakan kebutuhan air akan melonjak menjadi 164,671 miliar meter kubik. Sedangkan potensi ketersediaannya cenderung menurun.
Di daerah perkotaan seperti Jakarta saja, masih banyak warga yang belum mendapatkan fasilitas air bersih. Jakarta dialiri 13 sungai, terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang sangat pesat, berkisar hampir 9 juta jiwa, maka penyediaan air bersih menjadi permasalahan yang rumit. Dengan asumsi tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik air dalam satu hari. Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 menunjukkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diperkirakan baru mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga Jakarta. (Kompas, 20 Juni 2005).
Dibawah ini ada dua contoh kasus krisis air bersih di yang terjadi di perkotaan dan di pedesaan:
Contoh Kasus Krisis Air Bersih di Perkotaan
Pertengahan Februari 2007, warga di kawasan Jakarta Utara mengeluhkan kenaikan harga air yang gila-gilaan. Seperti dilaporkan sejumlah media, harga air bersih di sebagian wilayah Jakarta Utara naik sampai lima kali lipat dari harga sebelumnya. “Dulu harga per gerobak (isi 6 jeriken) hanya 10 ribu. Sekarang naik jadi 50 ribu,” ujar Sukirman, warga RT 02 Kelurahan Rawa Badak Jakata Utara. Kelangkaan dan kenaikan harga air gerobakan itu terjadi akibat terputusnya aliran PAM.
Kelangkaan air di sejumlah Kelurahan Jakarta Utara itu menimpa Rawa Badak, Sungai Bambu, dan Kebon Bawang. “Saya mohon pemerintah memerhatikan masalah air bersih ini. Kalau terlalu lama (air PAM) berhenti, warga tidak tahan. Kami sudah menderita karena banjir, sekarang untuk mendapatkan air bersih saja susahnya setengah mati,” ujar seorang ibu asal Flores di Kelurahan Rawa Badak.
Contoh Kasus Krisis air bersih di Pedesaan
Di Kampung Legok Pego di Desa Drawati, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga disana kebanyakan menampung air hujan dari atap rumah ke dalam jeriken-jeriken plastik untuk dimanfaatkan pada musim kemarau.
Menurut Kepala Dusun VI Desa Drawati Emen Suparman, kesulitan yang dihadapi warga kampung Legok Pego bukan hanya kelangkaan air. Infrastruktur yang buruk ditambah lokasi yang terpencil menyebabkan warga kesulitan mengakses sarana pendidikan dan kesehatan. Kepala Dusun menambahkan, dulu ada sembilan mata air yang terletak di perbukitan dan bisa mengalirkan air saat kemarau. Tapi sekarang, mata air itu berhenti mengalir. Warga yang membutuhkan air bersih harus berjalan kaki sejauh 3,5 kilo meter ke mata air terdekat. Sampai sekarang dinas sosial Kabupaten Bandung masih mencari cara menolong warga desa Drawati.
Dua cuplikan peristiwa tadi menunjukkan k
elangkaan air atau ancaman kelangkaan air di Indonesia memang betul-betul ada.
B. Penyebab Kelangkaan Air Bersih
    Sebab-sebab Terjadinya Kelangkaan Air Bersih
Ø Perilaku Manusia
Kodoatie dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu mengungkapkan bahwa faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal.
Sebagian besar masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial. Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata.
Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.
Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air. Sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank. Jumlah septic tank di Jakarta lebih dari satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank yang terus bertambah tanpa ada regulasi yang baik mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan penduduk.
Ø Penggundulan Hutan
Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.
Ø Global Warming
Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin sedikit dan kecil. Ketika salju mencair tidak menurut musimnya yang benar, maka yang terjadi bukanlah salju mencair dan mengisi air ke danau, salju justru akan mengalami penguapan. Danau-danau itu sendiri akan menghadapi masalahnya sendiri ketika airnya tidak lagi membeku.
Air akan mengalami penguapan yang jauh lebih lambat ketika permukaannya tertutup es, sehingga ada lebih banyak air yang tersisa dan meresap ke dalam tanah. Ketika terjadi pembekuan yang lebih sedikit, artinya semakin banyak air yang dilepaskan ke atmosfir. Maka, ketika gletser yang tersisa dari zaman es mencair semua, sungai-sungai akan kehilangan sumber air.
Pencemaran Air
Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya.
Hilman Masnellyarti, Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengungkapkan bahwa kelangkaan air bersih disebabkan pula oleh pencemaran limbah di sungai. Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare.
Sungai-sungai di Pulau Jawa umumnya berada pada kondisi memprihatinkan akibat pencemaran limbah industri dan limbah domestik. Padahal sebagian besar sungai itu merupakan sumber air bagi masyarakat, untuk keperluan mandi, cuci, serta sumber baku air minum olahan (PAM).
Ø Manajemen Pengelolaan Air yang Kurang Baik
Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab terhadap infrastruktur air, Departemen Dalam Negeri mengurusi pentarifan air, Departemen Kehutanan bertanggung jawab terhadap konservasi sumber daya air, sedangkan masalah kualitas air oleh Departemen Kesehatan. Banyaknya institusi yang terlibat dan tumpang-tindihnya pengambilan kebijakan tentang air oleh berbagai departemen yang ada ditambah lagi dengan kurangnya koordinasi antara institusi tersebut menyebabkan kegagalan program pembangunan Indonesia di sektor air.
Anggaran yang tidak mencukupi, menurut Depkes, selama 30 tahun terakhir, anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan sanitasi (termasuk penyediaan air bersih) hanya sekitar 820 juta dolar AS atau setara Rp 200 per orang per tahun. Padahal kebutuhannya mencapai Rp 470 per rupiah per tahun. Versi Bank Pembangunan Asia perlu RP 50 triliun untuk mencapai target MDGs 2015 dengan 72,5% penduduk akan terlayani oleh fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.
Dalam APBN tahun 2008, anggaran untuk sanitasi itu hanya 1/214 dari anggaran subsidi BBM. Dari anggaran tersebut terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi sebagai investasi tetapi mereka melihatnya sebagai biaya. Padahal menurut perhitungan WHO dan sejumlah lembaga lain setiap US$ 1 investasi di sanitasi dan air bersih akan memberikan manfaat ekonomi sebesar US$ 8 dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian.
Ø Buruknya Kinerja PAM/PDAM
Air minum perpipaan sebagai sistem pelayanan air minum yang paling ideal hingga saat ini baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional, cakupan air perpipaan baru sekitar 17%, meliputi 32% di perkotaan dan 6,4% di perdesaan. Pada umumnya PDAM secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan. Seperti tingkat pelayanan yang rendah (32%), kehilangan air tinggi (41%), konsumsi air yang rendah (14 m3/bulan/RT).
Sebagian besar PDAM mengalami kendala dalam memberikan pelayanan yang baik akibat berbagai persoalan, baik aspek teknis (air baku, unit pengolah dan jaringan distribusi yang sudah tua, tingkat kebocoran, dan lain lain) maupun aspek non teknis (status kelembagaan PDAM, utang, sulitnya menarik investasi swasta, pengelolaan yang tidak berprinsip kepengusahaan, tarif tidak full cost recovery, dan lain lain).
Biaya produksi tergantung dari sumber air baku yang digunakan oleh PDAM. Namun secara umum biaya produksi untuk sernua jenis air baku ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM yang menggunakan mata air sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp 787/m3, sedangkan tarif rata-rata Rp 61 8/m3. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dalam dan sungai sekaligus, biaya produksi rata rata Rp 1.188/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.112/m3. Sedangkan PDAM yang mengandalkan sungai sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp 1.665/m3 , dan tarif rata rata Rp 1.175/m3.
PDAM belum mandiri karena campur tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan keuangan, cukup membebani PDAM. Sumber daya manusia pengelola PDAM umumnya kurang profesional sehingga menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi keuangan, tarif air saat ini tidak bisa menutup biaya operasi PDAM, sehingga PDAM mengalami defisit kas, dan tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. PDAM masih mempunyai hutang jangka panjang yang cukup besar dan tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan.
Di awal tahun 2007 misalnya, banyak warga di kawasan Jakarta mengeluhkan kelangkaan air bersih. Tingginya permintaan secara otomatis mengakibatkan terjadinya lonjakan harga air bersih. Diantara sebab kelangkaan air bersih adalah tidak beroperasinya beberapa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) secara ideal.
Fakta yang ada menunjukkan bahwa dari sekitar 400 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia, hanya sekitar 10 persen yang dapat beroperasi dengan prima. Kondisi PDAM pada tahun 2007 adalah 80 perusahaan sehat, 116 kurang sehat, 139 sakit, dari total 335 PDAM. PDAM saat ini juga terbelit utang kurang lebih sekitar Rp 5,66 triliun. Selain kapasitas produksi nasional air yang belum terpenuhi, PDAM hingga kini masih mengalami masalah kebocoran air hingga 40-50 persen.
C.  Dampak Kelangkaan Air Bersih
     Krisis air bersih yang berkepanjangan menyebabkan dampak yang buruk pada segala hal. Dalam masalah kekurangan air, negara-negara miskin paling banyak merasakan dampaknya. Negara-negara ini membutuhkan air dalam jumlah besar untuk bidang irigasi, domestik dan industri. Air adalah kebutuhan mendasar manusia, tanpa air lingkungan akan kering dan manusia akan mati. Ada beberapa penyebab merebaknya masalah krisis air ini, salah satunya kegagalan beberapa negara untuk meregulasi, mengatur dan menjaga kelestarian air, selain itu juga pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat. Sebagai contoh, jumlah penduduk Cina yang mencapai 1,2 miliar saat ini akan membengkak menjadi 1,5 miliar pada tahun 2030. Berarti permintaan air akan meningkat sebesar lebih dari 66 persen selama periode itu. Selain itu, penggunaan sumber air bawah tanah yang tak terbatas juga memicu krisis air. Selama ini, manusia telah memanfaatkan air sebagai satu-satunya ”benda” yang tak dapat tergantikan oleh benda lain. Namun usaha untuk penyediaan air bersih belum banyak dilakukan. Bisa dibayangkan jika manusia di seluruh bumi ini terus-menerus mengonsumsi air tanpa ada yang peduli terhadap kelestariannya. Parahnya masalah ketersediaan air bersih ini menimbulkan masalah yang pelik pada sektor kesehatan. Seperti pada kasus yang terdapat di situs http://www.sinarharapan.com dikatakan bahwa pernah terjadi di Jakarta Utara, krisis air bersih mengakibatkan tujuh bayi tewas akibat diare. Kematian tujuh bayi tersebut berawal dari krisis air bersih. Orang tua para bayi tidak memiliki pilihan lain dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya, kecuali dengan memanfaatkan air sumur. Kita sangat paham dengan kondisi air sumur di Jakarta.. Setidaknya ada 20-30 jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam air. Penelitian WHO mengenai penyediaan air bersih dan sanitasi dengan kesehatan, mengemukakan beberapa penyakit lain seperti : kolera, hepatitis, polimearitis, typoid, disentrin trachoma, scabies, malaria, yellow fever, dan penyakit cacingan.
Penelitian WHO mengenai hubungan penyediaan air bersih dan sanitasi dengan kesehatan, menghasilkan pengklasifikasian seperti yang terlihat pada tabel berikut:
                     Dampak Bagi Ekonomi
     Krisis air bersih memberikan dampak pada bidang ekonomi. Sekitar 65 persen penduduk Indonesia menetap di pulau jawa yang luasnya hanya tujuh persen dari seluruh luas daratan Indonesia sementara potensi air yang dimiliki hanyalah 4,5 persen dari total potensi air di Indonesia. Dalam dua dasawarsa berikutnya diperkirakan air yang dipergunakan manusia akan meningkat 40 persen dan 17 persen lebih pasokan air dipergunakan untuk meningkatkan pangan dan populasi. Disisi lain kondisi sumber-sumber air semakin parah, khususnya di negara-negara miskin karena masalah pencemaran dan limbah. Oleh karena itu telah diserukan investasi dalam pengadaan air oleh AS dan membiarkan sektor swasta untuk menyediakan air atau privatisasi air. Permasalahan privatisasi air di Indonesia sekarang menjadi lebih rumit karena hampir semua Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) saat ini dalam kondisi tidak mampu membayar utang-utangnya. Dalam situasi seperti inilah, maka privatisasi air seolah-olah merupakan obat mujarab untuk membereskan masalah air bersih. Sekarang ini UU RI No.7 Tahun 2004 tentang sumber daya air yang didalamnya mengandung semangat privatisasi pengelolaan air telah disahkan. Pemerintah Daerah diminta mengupayakan sendiri pembiayaan pengelolaan air tersebut, atau dengan jalan mencari investor.
Di Jakarta, 95 persen saham perusahaan pengelolaan air minum dimiliki dua perusahaan asing, RWE Thames dari Inggris dan Ondeo Suez asal Perancis. Di daerah lain pun sejumlah perusahaan besar dunia di sektor air telah beroperasi. Misalnya, Biwater di Batam dan Palembang; Ondo Suez di Medan, Semarang, dan Tangerang; Thames Water di Sidoarjo; dan Vivendi yang juga beroperasi di Sidoarjo. Pemberlukan UU Nomor 7 Tahun 2004 dimana sektor swasta diperbolehkan untuk mengelola sumber daya air di Indonesia dianggap pemerintah sebagai solusi untuk pengelolaan sumber daya air. dengan harapan jika masyarakat diberi nilai air secara ekonomis tinggi, maka perlakukan masyarakat terhadap air menjadi berbeda: lebih hemat, menjaga dan mensyukuri.
Sebenarnya, privatisasi tersebut akan membuat akses masyarakat terhadap air menjadi terbatas dan mahal. Karena seluruh biaya pengelolaan dan perawatan jaringan air dan sumber air lainnya bergantung semata pada pemakai dalam bentuk tarif. Sebenarnya dengan komersialisasi air, mereka yang memiliki uang paling banyaklah yang akan mendapat air paling banyak. Masyarakat miskin yang tidak punya uang justru makin sulit mendapat air sehingga banyak orang yang tidak mampu mendapat air sehat untuk minum. Contoh kasus yang terjadi di Jakarta Utara menurut pengakuan seorang warga yang dikutip dari
http://www.kompas.com mengatakan bahwa ”Uang yang semula disimpan untuk belanja kebutuhan lain, seperti beras dan minyak tanah, diambil buat membeli air. Kami terbebani.”
D. Program Pemerintah untuk Mengatasi Kelangkaan Air Bersih
1. Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
    Pembentukan Kelompok Kerja ini didasari pada pemikiran bahwa pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan tidak hanya terkait pada satu bidang tertentu tetapi harus merupakan kesatuan dari beberapa aspek, yaitu aspek teknis, kelembagaan, pembiayaan, sosial dan lingkungan hidup.
Berdasarkan pemahaman itulah maka dibentuk Kelompok Kerja Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan, yang terdiri dari departemen-departemen terkait, yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, dan Departemen Kesehatan serta dikoordinasikan oleh Bappenas. Selain terkait dengan kegiatan Proyek Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan ( Proyek WASPOLA, WSLIC-2, Pro-Air, CWSH, SANIMAS ), Kelompok Kerja juga terlibat pada penyusunan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Saat ini baru diselesaikan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat dan sedang dalam tahap penyusunan Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Lembaga ataupun kegiatan uji coba penerapan kebijakan di daerah dan kegiatan kampanye publik mengenai air minum dan penyehatan lingkungan, yang ditempuh melalui kegiatan penyusunan jurnal air minum dan penyehatan lingkungan, pembuatan poster ataupun komik. Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor). Sedangkan pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor). Diharapkan keanggotaan Kelompok Kerja ini semakin meluas sehingga  kegiatan yang dilakukan pun semakin beragam dalam rangka peningkatan aksesibilitas masyarakat akan air minum dan penyehatan lingkungan.

KESIMPULAN
     Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen saja yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih itu dari hari ke hari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Potensi air permukaan di Indonesia sendiri lebih kurang 1.789 milyar m3/tahun. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara Pembaruan – 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan Penyebab dari terjadinya krisis air bersih ini antara lain: perilaku manusia yang kurang, Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata, kerusakan lingkungan, manajemen pengelolaan air yang buruk, global warming, anggaran yang tidak mencukupi, serta buruknya kinerja PAM PDAM. Kemudian krisis air bersih ini juga memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat diantaranya dampak bagi kesehatan yaitu timbulnya berbagai macam penyakit dan dampak ekonomi yaitu sulitnya air bersih didapatkan terutama bagi rakyat miskin.Tetapi pemerintah juga terus berusaha untuk memperbaiki itu semua melalui berbagai cara.

DAFTAR PUSTAKA
Air dan Sanitasi untuk Kesehatan (Kompas 19 Maret 2008), 49

Andi Iqbal Burhanuddin, Fenomena Pemanasan Global dan Dampaknya (22 Nov 2007)
http://www.fajar.co.id

Belum Semua Warga Menikmati Air Bersih (25 April 2007)
http://www.suarapublik.org

Brigita Isworo L., “Bom Waktu yang Terus Berdetik, ” (Kompas, 19 Maret 2008), 48

Elok Diah Messwati, ”Sanitasi Buruk Ancam Kehidupan” (Kompas, 19 Maret2008), hal 45

M. Aris Marfai, Krisis Air, Tantangan Manajemen Sumberdaya Air (Mar 09 2008 )
http://arismarfai.staff.ugm.ac.id/wp

Privatisasi Air Ciderai Hak Rakyat
http://www.adilnews.com

Suara Pembaruan Daily, “Kerusakan Lingkungan Penyebab Utama Kekeringan”(14 Maret 2003)
http://www.suarapembaruan.com

Sri Hartati Samhadi, Sasaran Pembangunan Milenium: Terengah-engah Mengatasi Ketinggalan, Kompas (19 maret 2008), hal 47

Suara Pembaruan Daily, “Kerusakan Lingkungan Penyebab Utama Kekeringan”(14 Maret 2003)
http://www.suarapembaruan.com



4 komentar:

  1. Menarik, penuh pengetahuan dan menginspirasi banyak orang, mampir di blog saya gan,
    Mata Air Bening | supplier air bersih | supplier air gunung | air minum isi ulang | air kolam renang | Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
    https://www.jual-air.com

    BalasHapus